Pakpak Bharat | radarsumut:
Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat bersama Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara mengadakan Rapat Evaluasi Penertiban Tanah Terindikasi Terlantar di Kabupaten Pakpak Bharat.
Dalam rapat ini, Rodslowny Lumban Tobing, Kepala Bidang Penanganan dan Pengendalian Sengketa pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara memaparkan Tahapan Penertiban Tanah Terindikasi Terlantar.
Areal PT. Tunggal Menara Jaya yang berlokasi di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Tinada, Salak, Siempat rube dan kerajaan menjadi objek penertiban.
"Kita sudah melihat kondisi sebenarnya, dimana selama puluhan tahun mereka tidak pernah menyentuh lahan ini, justru masyarakat sudah mengerjakan lahan ini, sudah sangat luas dikuasai kembali oleh masyarakat, sisanya dibiarkan dengan kondisi terlantar dan relatif seperti hutan,"ucap Sekda Pakpak Bharat.
Dikatakannya, Kami melalui Bupati sudah menyurati Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahan Nasional sehubungan dengan kondisi ini, memohon kepada bapak Menteri agar ijin Hak Guna Usaha PT. Tunggal Menara Jaya yang akan berakhir pada desember 2027 mendatang dapat dievaluasi dan tidak diperpanjang lagi, dengan alasan utama tidak ada aktifitas PT. Tunggal Menara Jaya dilokasi HGU dimaksud, terbukti dengan telah dikuasai kembali oleh masyarakat. PT. Tunggal Menara Jaya juga tidak melakukan kegiatan investasi, tidak melakukan kegiatan yang berdampak pada pembangunan di Kabupaten Pakpak Bharat, serta tidak melakukan kewajibannya membayar pajak kepada Pemerintah Kebupaten Pakpak Bharat, jelas Berutu.
Pesan Bupati agar lahan ini segera bisa kita manfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat kita, apa upaya kita? apa langkah yang harus kita tempuh? Inilah yang perlu kita rembukkan bersama, tutupnya.
Sekitar 2.500 ha lahan HGU milik PT. Tunggal Menara Jaya di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat kini terindikasi terlantar selama puluhan tahun. PT. Tunggal Menara Jaya hadir di Kabupaten Pakpak Bharat pada 1977 silam dengan tujuan awal mengembangkan komoditi pertanian khususnya kopi. Seiring berjalannya waktu, areal seluas sekitar 2.500 ha ini kini dibiarkan dalam kondisi terlantar dan tidak ada aktifitas pengelolaan di dalamnya. (Solin)